Secara perhitungan kasar, karena kalau terlalu rinci nanti ibarat LPJ kepanitiaan yang panjang dan itupun belum tentu diterima karena harus banyak revisi #eh. Jadi intinya sudah merasakan kurang lebih 5 tahun puasa di perantauan.
Sejak tahun 2014, tidak lagi merasakan puasa pertama bersama dengan keluarga. Apalagi kalau ditanya apakah selalu rindu dengan hal itu? Jawabannya iya, terutama sehari sebelum puasa, di Aceh ada namanya Meugang, sebuah tradisi di mana semuanya berkumpul, masak daging untuk kemudian disantap bersama. Dan selalu ada kata keluarga dan kebersamaan di sana.
Namun, jika kembali ke tahun 2014, adalah masa di mana pertama kalinya saya berpuasa namun jauh dari orang tua. Sejujurnya terasa hampa, apalagi selalu ingat moment di mana dibangunkan pada tidur siang kemudian bersantap riang sehari sebelum puasa, kemudian esoknya dibangunkan sahur dengan lemah lembut untuk melaksanakan puasa perdana. Oh, kenangan yang tiada gantinya, kebersamaan dan keluarga adalah kunci.
Apalagi waktu itu di tahun 2014 merupakan bagian dari realisasi mimpi yang teramat berarti, bisa diterima di UI, pertama kali merasakan naik pesawat wkwkwk jadi agak merasa gimana gitu saat take off, dan juga rangkaian hal lainnya yang merupakan kejutan dari Yang Maha Kuasa.
Saat puasa pertama juga di tanah rantau penuh dengan berbagai hal yang harus disesuaikan, pertama dari waktu sahur yang kadang suka hampir kelewatan karena di sini lebih cepat sekitar 1 jam. Atau juga pada saat berbuka puasa, sendiri, menatap layar laptop dan hanya ditemani tugas yang tak kunjung kelar. Padahal notif banyak masuk untuk mengajak berbuka bersama, tapi itu di Aceh, bukan di sini.
Kini sudah lima tahun lamanya, lambat laun memang mulai merasa terbiasa. Namun tidak dengan hati dan ruang kosong disebelahnya. Selalu ada rindu yang menyelimut dan membawakan kesan ingin segera bertemu, menyapa hangat, dan kembali dalam dekapan. Dan nyatanya hal bisa dilakukan sekarang adalah bersabar, semoga yakin akan bertemu suatu saat nanti akan berbalas nyata.
Mungkin pula rindu juga ada pada orang tua, dan menjadikan alasan mengapa akhirnya orang tua sangat berharap anaknya dapat berbuka bersamanya saat masih dalam dekapannya. Karena mereka juga mungkin khawatir akan ada saat di mana jarak menjadi hambatan, dan kehadiran menjadi sulit, seperti apa yang dirasakan saat ini untuk mereka yang merantau dalam jalannya menimba ilmu.
Jadi wajar kalau ada rindu, karena rindu obatnya adalah bertemu, wajar pula kalau ingin kembali, karena jarak diciptakan untuk kita menghargai kebersamaan. Dan wajar pula kalian baca postingan ini, karena saya share di sosial media
Posting Komentar